PRESS RELEASE KAFE (Kajian Islam Fakultas Ekonomi) 2021 #6

“Yuk PDKT Dengan Ismail (Islam, Iman, dan ihsan)”

Hari/Tanggal : Kamis, 24 Juni 2021

Waktu : 16.00 s.d. 17.20

Tempat : Zoom Cloud Meeting

Pemateri : Ustadz Syukron Muchtar, Lc.

Moderator : Muhammad Sabiq Ahsanul Haq

MC : Riansyah

Agenda :

1. Pembukaan oleh MC

2. Pembacaan tilawah

3. Pembacaan CV pemateri

4. Penyampaian materi

5. Tanya jawab

6. Penyerahan sertifikat pembicara

7. Pengumuman doorprize

8. Doa penutup

9. Sesi dokumentasi

BSO Al Iqtishodi mengadakan KAFE (Kajian Islam Fakultas Ekonomi) #6 dengan tema “Yuk PDKT Dengan Ismail (islam, iman, dan ihsan)” dimulai pada pukul 16.00 WIB diawali dengan pembukaan acara oleh MC dengan mengenalkan diri dan pembacaan tata tertib. Setelah itu dilanjutkan MC mempersilahkan peserta untuk mendengarkan tilawah yang dilantunkan oleh salah satu panitia. Kemudian dilanjutkan moderator membacakan CV pemateri. Setelah itu moderator memberi waktu kepada Ustadz Syukron Muchtar, Lc. untuk memulai menyampaikan materi kepada peserta KAFE #6. Kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab materi. Setelah itu ada penyerahan sertifikat untuk pembicara. Kemudian dilanjutkan dengan pengumuman pemenang doorprize, lalu ditutup dengan doa penutup dan sesi dokumentasi.

Materi yang disampaikan oleh Ustadz Syukron Muchtar, Lc.

Terkait dengan Islam iman dan ihsan itu bisa didapati pada hadits nomor kedua Arbain An-nawawi. haditsnya adalah cerita dari sahabat Nabi saw, sayidina Umar bin Khatab ra mencakup beberapa hal ada Islam Iman Ihsan dan juga kaitan dengan kiamat yang sempat ditanyakan oleh seseorang datang kepada Rasulullah SAW. Saidina Umar bin Khatab ra mengatakan suatu ketika kami (Sayidina Umar bin Khatab ra dan para sahabat yang lainnya) sedang duduk bersama Rasulullah, sedang ada majelis bersama Rasulullah SAW salam pada suatu waktu. Kemudian ketika kami duduk tiba-tiba datang seorang lelaki yang menggunakan pakaian yang sangat putih dan jernih tidak ada kotor dan juga rambutnya sangat hitam, rapih, dan klinis yang tidak ada tanda-tanda bekas perjalanan jauh tetapi tidak ada satupun dari kami yang mengenalnya, maksudnya adalah ada laki-laki yang asing tapi seolah-olah dia tidak asing. Dari pakaian dan penampilan itu menunjukkan dia tidak asing karena pakaiannya rapi sekali dan dari wajahnya itu tidak ada wajah lelah dari perjalanan seolah-olah orang yang tinggal disini. Tapi anehnya tidak ada satupun para sahabat pada saat itu mengenalnya.

Dikatakkan oleh Umar bin Khatab ra, tiba-tiba orang ini duduk dihadapan nabi saw dan yang membuat aneh dia menempelkan dengkulnya dengan dengkul nabi saw. Ditambah dengan sikap yang menunjukkan keanehan, ia kemudian meletakkan telapak tangannya di paha nabi saw. Kemudian dia berkata kepada nabi saw “wahai Muhammad, jelaskan kepadaku apa itu islam”. Kemudian rasul menjawab, “yang dimaksud islam itu adalah rukun islam yang 5, engkau bersyahadat, yang kedua adalah melaksanakan salat, yang ketiga menunaikan zakat, yang keempat puasa dibulan ramadhan yang kelima beribadah haji jika kau mampu”. Ibadah haji diperuntukkan bagi orang yang mampu melaksanakannya. Setelah dijawab oleh nabi saw, orang itu berkata “kau benar”. Lalu sayidina Umar kaget dan heran dengan orang ini, kenapa? Bagaimana tidak heran, dia bertanya, setelah dijawab lalu dia membenarkan. Lalu kemudian laki-laki asing itu berkata lagi “jelaskan kepadaku apa itu iman?”. Kemudian rasul saw menjawab dengan rukun iman yang 6, yaitu engkau beriman kepada Allah, beriman kepada malaikat Allah, beriman kepada kitab-kitab yang telah Allah turunkan, beriman kepada rasul-rasul Allah, beriman kepada hari akhir dan jug aberiman kepada ketetapan Allah yang baik maupun yang buruk. Kemudian orang itu menjawab lagi “kau benar”. Kemudian ia bertanya lagi “jelaskan kepadaku apa yang dimaksud dengan ihsan?”. Kemudian rasul saw mengatakan “yang dimaksud dengan ihsan itu adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau menyaksikan Allah, engkau melihat adanya Allah, namun ketika kau tidak melihat, pahami dalam diri seseungguhnya Allah melihat engkau”. Kemudia laki-laki itu bertanya lagi “kapan terjadinya kiamat?”. Lalu rasul saw mengatakan “yang ditanya tidak lebih tau dari pada yang bertanya”. Artinya mungkin yang bertanya disini tahu, dan rasul saw tidak tahu. Kemudian ia bertanya lagi “sampaikan kepadaku apa tanda-tanda kiamat itu?”. Rasul saw menjawab “ketika seorang budak melahirkan tuannya (artinya ada budak disetujui oleh pemiliknya kemudian melahirkan tuannya), engkau juga menyaksikan orang yang tidak memiliki sandal, tidak memiliki baju, tidak mampu, dan mereka berlomba-lomba dalam memperindah bangunan mereka, menjulangkan bangunan mereka (artinya ketika ada orang yang dirasa tidak mampu tapi menggebu-gebu memperindah rumah, kalu sudah ada begitu, itulah tanda-tanda kiamat)”. Kemudian setelah rasul saw menjawab, laki-laki itu pergi begitu saja. Maka Sayidina Umar heran dan diam saja. Kemudian rasul saw berkata kepadaku (Sayidina Umar) “tahukan engkau, siapa yang bertanya tadi?” umar menjawab “ aku tidak tahu, engkau dan Allah lah yang tahu siapa orang tersebut”. Kemudian rasul saw mengatakan “itu adalah malaikat jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian”.

Inilah apa yang dimaksud dengan tiga hal ini Islam iman dan ihsan semua terdapat pada satu hadis ini yang diceritakan oleh Sayidina Umar bahwasannya Islam itu adalah bagian dari pada kepercayaan. Islam iman dan ihsan itu adalah kepercayaan atau keyakinan. Ketiga hal ini dalam bentuk tingkatan maksudnya tingkatan pemahaman, tingkatan keyakinan yang paling rendah adalah manakala ia berislam belum beriman, ini tingkatan yang paling dasar. Tingkatan yang kedua adalah dia beriman namun dia belum berihsan. Dan tingkatan ketiga adalah manakala dia telah berihsan. Sebagaimana keterangan didalam Alquran surah al-hujurat ayat ke-14, Allah menggambarkan di dalam surah ini orang-orang arab mengatakan “kami beriman” maka kata Allah swt “katakanlah kepada orang arab itu, kalian itu belum beriman, maka hendaknya kalian mengatakan ‘kami berislam’”. Artinya ada orang-orang yang tingkatannya baru kepada dia berislam, tapi dia belum beriman. Ada juga orang yang beriman tapi dia belum berihsan, karena dia babnya tingkatan. Maka di dalam tingkatan keimanan atau tingkatan keyakinan serta kepercayaan kepada Tuhan, kepada agama dengan segala konsekuensinya maka Islam adalah yang paling dasar yaitu rukun islam. Orang tidak bisa sampai kepada tingkatan kedua apalagi tingkatan yang ketiga manakala tingkatan pertama aja belum tuntas. Islam itu adalah manakala dia sudah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Allah dan dia juga menyatakan bahwasanya Muhammad itu adalah utusan Allah. Pernyataan ini Ini mengandung konsekuensi, artinya bukan sekadar ucapan “Asyhadu an laa Ilaha Illallah wa asyhaduana muhammadan rasulullah” beserta konsekuensinya dalam hati, pikiran, serta amal. Maksudnya tidak ada keyakinan tempat menyembah, tidak ada keyakinan tempat meminta, tidak ada keyakinan tempat berpasrah kecuali Allah swt. Konteksnya pada dunia adalah bagian ikhtiar, maka ketika kita meminta untuk masa depan jodoh, pekerjaan, dan harapan itu memintanya kepada Allah swt terlebih dahulu, beru kepada manusia berikhtiar. Kita juga membenarkan apa yang datang dari rasulullah saw, tidak kita tolak, minimal kita menerima walaupun kita belum bisa mengerjakan.

Kemudian islam belum sempurna kalau kita baru bersaksi saja. Tetapi hendaknya ada buah dari persaksian kita yaitu mendirikan salat bukan sekedar mengerjakan tapi mendirikan maknanya adalah nilai-nilai salat itu terpatri di dalam diri kita. Salah ini amalan yang sederhana, orang dikatakan baik manakala salatnya baik. Tapi orang akan buruk amalnya manakala salatnya buruk. Karena salat itu menjadi tiangnya agama. Akan runtuh nilai-nilai kebaikan mana kala salat tidak menjadi nillai-nilai yang terpatri dalam diri. Nanti ketika diakhirat, salat menjadi amalan yang pertama kali dihisab oleh Allah swt. Kemudian berislam tidak sempurna dengan salat saja, juga ibadah bulan ramadhan khusunya puasa, melaksanakan zakat, dan kemudian melaksanakan haji ketika ia sudah mampu dari segi fisik dan harta.

Selanjutnya yang kedua adalah tingkatan keimanan kepada Allah dan yang lainnya kepada Allah dan yang lainnya. Kata rasulullah saw ketika menggambarkan beriman kita harus yakin sebagaimana ayat pada Surah al-hujurat Ayat 14 tadi. Ketika kita sudah selesai di dalam keyakinan minimal tadi sampai ke pengamalan jadinya paling utama. Yang kedua adalah yaitu Iman beriman kepada enam hal, yang pertama kepada Allah, beriman kepada Allah, meyakini Allah swt sebagai Tuhan kita, menyadari segala konsekuensinya, tempat kita meminta, tempat kita menyembah, tempat kita menggantungkan segala urusan kita. Dan juga kepada para malaikat nya, ada 10 para malaikat yang setidaknya wajib diketahui. Kita sudah di ajarkan sejak kecil, walaupun sebenarnya banyak jumlahnya. Kemudian juga kitab-kitab Allah kitab, kitab Allah yang ada pada kita al- qur,an. Sikap kita selain pada islam (al- qur’an) yaitu injil, zabur dan taurat kiita percaya itu datang dari Allah. Tetapi yang benar-benar injil, benar-benar zabur, dan yang benar-benar taurat. Tetapi kan kenyataannya injil yang ada sekarang itu terdapat banyak perbedaan dalam injil yang ada beberapa abad yang lalu begitu juga dengan zabur dan taurat. Berbeda dengan Al-qur’an, kitab yang memang dijaga oleh Allah dan ini adalah janji Allah. Kata Allah, kami akan menurunkan Al-qur’an dan kami akan menjaganya. Maka jika kita buka al- qur’an yang ada pada kita hari ini dengan Al-qur’an yang ada 100 atau 200 300 bahkan 1000 tahun yang lalu tidak ada perbedaan, beda bentuk tulisan saja tetapi kaitan dengan isi maka tidak perbedaan. Ini yang perlu kita yakini, tetapi kitab-kitab lainnya bagaimana? kita percaya, tidak ada yang tidak boleh menolak kepercayaan itu. Kita harus yakin kepada kitab-kitab Allah saw. Kemudian kepada rasul-rasul Allah saw juga kita juga harus yakin semua yang ada. Kemudian juga kepada hari akhir itu ada dan dia semakin dekat.

Kemudian Juga kepada takdir Allah dan ketetapan Allah yang akan terjadi pada diri kita harus kita yakini dan tidak boleh sedikitpun kita meragukan, inilah keimanan. Dan ini paket kesatuan tidak boleh kita memilih satu atau yang lainnya. Tidak boleh kita hanya beriman kepada Allah tetapi tidak kepada rasul-rasul Allah. Karena ada keyakinan yang mengatasnamakan Islam tetapi dia hanya menerima apa yang ada pada Al-qur’an, tetapi hadits dia tidak mau menerima. Alasan mereka adalah Allah itu Tuhan, sudah ada perkataan Allah, kenapa harus ambil lagi perkataan rasul, perkataan manusia, kita ambil saja yang ada pada Allah swt, dan Allah swt menerangkan dalam Al-qur’an “hari ini telah kami sempurnakan agama ini untuk kalian” dengan asumsi itulah kemudian mereka mengatakan tidak butuh kepada selain Al-qur’an. Bagaimana sikap kita? itu salah itu salah, kita tegaskan itu itu salah, itu tidak benar. Jika mereka mengambil al- qur’am saja tidak dengan hadits, bagiana mereka paham dengan salat. Al- qur’an tidak mengajarkan kepada kita salat itu ada berapa, salat apa saja dan ada berapa rokaat salat itu.

Kemudian yang ketiga ini adalah tingkatan puncak dari kepercayaan seseorang. Apa itu? Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat Allah, engkau menyaksikan Allah, tapi kalau kau tidak melihat Allah, engkau tidak menyaksikan Allah, engkau meyakini dalam hati bahwa Allah melihat engkau. Ihsan ini puncak tertinggi, buah dari Islam dan iman. Seseorang kalau dia sudah sampai kederajat ihsan sudah pasti dia memiliki keislaman dan keimanan, tidak perlu diragukan lagi. Bentuk ihsan menyadari bahwa Allah menyaksikan, Allah mengetahui. Jika kita sudah ada dipuncak ini, maka kita akan terhindar dari maksiat dan dosa. Dan kemudian kita itu semakin taat dalam beribadah kepada Allah swt.

Ada kisah di zaman sayyidina Umar bin Khatab ra, betapa ihsan ini melindungi kita, mendatangkan kebahagiaan di dunia apalagi di akhirat. Yang pertama adalah kisah seorang wanita yang dia akhirnya mengucapkan bait syair di zaman Umar bin Khatab. Umar bin Khatab ini kita ketahui adalah seorang yang ahli, paham tentang mengurus Negara, mengurus wilayah. Pada suatu hari ia sedang jaulah (blusukan kalau bahasa sekarangnya), kemudian pada saat itu sayyidina Umar mendengar seorang wanita bersyair, bunyi syairnya “malam semakin berlalu dan hitam pun semakin pekat, namun aku masih dalam kesendirian, tidak ada kekasih yang aku cumbu atau yang mencumbuku, maka demi Allah kalau bukan saja karna Allah yang aku takuti hukumannya, maka ranjang ini pun telah bergoyang. Artinya wanita ini sudah memiliki syahwat yang memuncak dan membutuhkan belaian itu, namun apadaya kekasih tidak ada disisi. Bisa saja ia memanggil lelaki hidung belang untuk datang kerumahnya, namun ia tidak melakukan itu karena terhalan oleh sifat ihsan yang ada pada dirinya, merasa diawasi oleh Allah swt. Sayyidina Umar tahu bahwa suami dari perempuan ini adalah laki-laki yang sedang di utus dalam pasukan kesebuah wilayah, dan kemudian dibuatlah regulasi oleh sayyidina Umar hanya 4 bulan baru dirotasi.

Kemudian kisah selanjutnya di zaman sayyidina Umar bin Khatab ra, ketika jaulah (blusukan) menyaksikan seseorang yang sedang berdiskusi yaitu ibu dan anak. Mereka penjual susu kambing, sang ibu berkata kepada anaknya “wahai anakku, campurkanlah susu kita dengan air, maka kita akan mendapatkan keuntungan yang banyak”. Kata anak tersebut “wahai ibu, sayyidina Umar melarang kita untuk melakukan ini, sudah ada peraturannya”. Mereka tidak menyadari kalau sayyidina Umar di depan rumah mereka sedang menyimak. Kata ibunya “Umar tidak lihat, sudah lakukan saja”. Lalu sang anak berkata “benar ibu, sayyidina Umar memang tidak melihat, tetapi sesungguhnya Tuhannya sayyidina Umar Maha Melihat. Umar bin Khatab ra mendengar perkataan anak itu berdecak kagum sekali. Lalu sayyidina Umar pulang dan besok harinya ia datang ke rumah itu membawa anak laki-lakinya untuk menikah dengan perempuan itu yang merupakan pedagang susu. Dari pernikahan ini lahir keturunan-keturunan yang baik, salah satu keturunannya adalah panglima besar Umar bin Abdul Aziz. Inilah buah dari pada ihsan, puncak, nikmat ibadah, akan dibimbing, merasa dibersamai oleh Allah ketika ia beribadah kepada Allah swt.

Harapannya kita sekarang ini sudah selesai pada tahapan islam dan iman, jangan lagi ada masalah yakin kepada Allah atau tidak, yakin Allah memberi rezeki atau tidak. Aktivis dakwah tidak boleh lagi ragu pada Allah, itu harus sudah tuntas dan tugas kita selanjutnya adalah bagaimana menghadirkan ibadah yang maksimal sehingga nikmat seolah-lah kita melihat Allah.

Pertanyaan 1:

Yang pertama tentang akhir dari hadits tadi, mengenai pertanyaan malaikat jibril tentang hari kiamat, itu kata rasulullah saw yang ditanya tidak lebih tau dari yang bertanya. Apakah malaikat jibril sudah mengetahui atau sudah diberitahu mengenai kapan kiamat. Kedua qalbi atau hati, qalbi itu segumpal darah, kalau qalbi itu termasuk hal yang ghaib atau hal hal bisa kita lihat? Dan qalbi itu ada dimana serta hati dalam dunia kedokteran itu hati yang disebutkan adalah liver, jadi bagaimana penjelasan tentang hati.

Jawaban: Yang pertama, rasulullah saw mengatakan yang ditanya tidak lebih tau dari yang bertanya. Apakah jibril sudah tau tentang kiamat? Tidak, jibril pun tidak tahu., karena yang mengetahui tentang kiamat hanya Allah swt. Maksud dari hadits itu adalah yang bertanya saja yang lebih dekat dengan Allah, sebagai utusan Allah, perantara Allah, yang menyampaikan wahyu seperti itu saja tidak tahu, apalagi yang ditanya.

Yang kedua masalah qalbi, qalbi itu secara redaksi kata, terjemahan itu adalah jantung. Sedangkan hati yang ada didalam tubuh manusia itu bahasa arabnya karidun. Kenapa qalb itu sering diterjemahkan juga mengggunakan istilah hati. Hati disitu bukan dalam bentuk jantung, bukan dalam bentuk hati yang didalam tubuh, tetapi hati itu adalah yang tersirat, maka dia digambarkan love. Itu bagian dari pada jiwa kita didalam tubuh kita, maka ada istilah tazkiyatun nafs, itu ilmu tentang hadits menyucikan hati, ikhlas, dsb yang berkaitan erat dengan jiwa.

Pertanyaan 2:

Terkait tentang islam, pendapat ustadz terkait konsep moderasi islam karena dengan konsep tersebut kemudian kaum muslimin itu akhirnya mentolerir gaya hidup bebas seperti perzinahan, adanya lgbt, ponografi dsb, kemudian pada masalah toleransi. Yang kedua tentang bagaimana mewujudkan islam yang kaffah, melihat saat ini terdapat carut marut mendapat dan adanya ghazwul fikri.

Jawaban: Terkait dengan moderasi islam, moderasi islam itu adalah islam pertengahan. Benar atau tidak? Benar. Tentu yang paling benar islam pertengahan. Walaupun banyak yang melegalkan lgbt yang mengatasnamakan islam moderasi itu hanya oknum. Islam moderasi itu sesuai dengan teks keagamaan. Misalnya ada istilah para ulama mengatakan “tidak boleh belebihan tetapi juga tidak boleh kurang dalam beragama”. Moderasi berislam itu memandang agama sesuai dengan porsinya. Kita juga harus moderat dalam berislam, yaitu menempatkan agama dalam berislam, jangan sampai berlebihan. Misalnya orang potong jenggot langsung dikatakan ‘neraka’ itu lebay dalam beragama.

Yang kedua islam kaffah itu kita harus menjadikan semua yang ada dalam diri kita itu konteksnya adalah islam, cara berpikir kita islam, cara mencari rezeki kita dengan cara islam. Kita harus paham ada yang sifatnya pokok, ada yang sifatnya cabang. Yang sifatnya pokok ini tidak boleh di tolerir, yang sifatnya cabang ya sah-sah saja. Bahkan islam kaffah itu kita harus paham islam itu seperti apa, baru kita paham menyeluruh. Jangan sampai dengan alasan islam kaffah misalnya saya pakai baju koko, dan MC pakai jas itu salah, tidak ada dalam islam pakai jas, itu salah juga. Bukan kaffah itu, baju koko itu bagus tapi bukan berarti harus. Kita pahami dulu keislaman itu seperti apa, sehingga kita tidak salah dalam menetapkan ini kaffah atau tidak kaffah. Kita dalam menerapkan kaffah dalam kehidupan pribadi kita di tengah hal-hal yang beragam, kemaksiatan sudah merajalela biarlah orang melihat kita islamis tanpa harus kita menngatakan kita paling islam. In syaa Allah kita bisa pelajari agama itu dan kemudian pahami perbedaan sambil terus belajar. Termasuk toleransi untuk menjaga nilai-nilai kaffah misalnya dalam konteks perucapan natal saya termasu yang tidak setuju walaupun ada yang mengatakan setuju. Terkadang berlebihan, yang disini tidak setuju, yang disana setuju misalnya yang disana bilang kita harus mengucapkan, seolah-olah yang tidak mengucapkan itu salah, bukan toleran namanya kalau begitu. Toleran itu ya sudah biarkan, kita tidak mengganggu dan membiarkan dia berhari raya, menghargai itu toleran. Itu dalam bab menjaga nilai-nilai kaffah dalam kehidupan yang majemuk. Yang paling penting adalah terus belajar, terus baca, sehingga kita bisa perkokoh sikap keagamaan kita dengan ilmu.

Pertanyaan 3:

Mengenai ihsan, misalnya iman itu kadang naik, kadang turun, cara atau kiat-kiat untuk kita bisa menstabilkan iman sampai pada ke tingkat ihsan.

Jawaban: Memang keimanan itu naik dan turun, wajar. Kalau lagi futur, jangan menyalahkan diri, istirahat saja sejenak. Misalnya jenuh dari kegiatan LDF, istirahat aja sekedarnya misalnya tidak hadir dulu kali ini atau di rumah dulu liburan, tapi jangan lama-lama. Ibarat lingkaran meja, kegiatan kita itu di tengah meja. Sesekali menepi kepinggir boleh, tapi untuk balik lagi, bukan kemudian keluar dari meja. Bahasa ulama, keimanan itu naik dan turun, naik karena ketakwaan kita kepada Allah swt, dan turun karena kemaksiatan. Jangan sampai kita salah, kita bukan malaikat yang selalu taat, tapi kita juga bukan iblis yang selalu maksiat. Agar bisa konsisten dalam amal, istiqomah dalm beramal itu ada 5, yang pertama adalah niat yang ikhlas. Kata ibnu Taimiyah, segala sesuatu yang dikerjakan bukan karena Allah tidak bermanfaat. Yang kedua adalah disertai dengan ilmu, maka perkokoh dengan ilmu, misalnya mengapa kita salat? Minimal kita tahu alasan kita salat, menutup aurat, harus paham perintah menutup aurat. Sehingga nanti ketika digoyangkan ngapain menutup aurat, panas, perkokohlah dengan ilmu. Lalu yang ketiga tidak ngoyo dalam beramal, jaga konsistensi, jangan terlalu lebih , jangan terlalu kurang. Yang keempat adalah berteman dengan orang yang baik, lingkungan yang positif sehingga menjaga keimanan kita. Yang kelima adalah berdoa kepada Allah swt, rasulullah saja berdoa apalagi kita.

Pertanyaan 4:

Bagaimana cara kita mengetahui kalau kita sudah sampai pada tingkatan islam atau iman, dan bagaimana cara kita bisa mencapai tingkatan ihsan jika kita sudah mencapai kedua tingkatan tersebut?

Jawaban: Untuk mengetahui apakah kita sudah berislam, kita lihat dari rukun islam, apa yang sudah ada dalam diri kita tanpa ragu, konsisten tanpa ragu. Kalau kita ditengah jalan menyalahkan takdir kemudian kita ragu kepada Allah berarti masih ada masalah iman dan islam kita. Ketika sudah tidak ada keraguan maka kita bisa berproses menjadi ihsan.

Closing statement

Mempelajari agama itu tidak dalam waktu yang singkat, maka proses kita memahami islam, iman dan ihsan itu sepanjang hayat. Terus belajar, terus berproses menjadi pribadi yang lebih baik. Mudah-mudahan Allah swt sampaikan kita kepada derajat ihsan. Aamiin.

Jazakumullah khairan katsir sampai jumpa dilain kesempatan. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Komentar

Postingan Populer